Elviranavies’s Weblog

Beberapa waktu terakhir kita sering menonton acara debat dan dialog di beberapa tv swasta mengenai iklan politik yang dipasang di tv. Tema yang sedang hangat dibahas sekarang adalah iklan PKS yang menampilkan beberapa tokoh di antaranya Soekarno, Soeharto, Hasyim Asyhari, KH. Ahmad Dahlan, Natsir, Hamka dan Hatta. Sepintas tiada yang janggal dalam iklan itu karena semua tokoh itu terlepas dari kekurangan dan kelebihan masing-masing mempunyai sejarah dan pelajaran tersendiri bagi Bangsa Indonesia. Namun ketika nama Soeharto disebut sebagai salah satu guru bangsa dan pahlawan, semua orang yang pernah bersinggungan nama terakhir ini teriak.

Masih lekat dalam ingatan kita ketika wafatnya mantan presiden terlama dalam sejarah RI hingga saat ini, semua menyatakan empati dan dukanya. Hal ini wajar karena dari sisi kemanusiaan Soeharto adalah manusia biasa yang sudah meninggal, yang seharusnya tidak usah disebut lagi keburukannya. Bukankah agama mengajarkan demikian? Saat itu tidak ada yang teriak dengan santer untuk mengutuk dan mengecam Soeharto, melainkan segelintir orang yang secara langsung pernah bermasalah dengan mantan orang nomor satu baik secara hukum, maupun kebijakan yang salah. Sebagian besar adem ayem saja.

Namun kini ketika ada iklan yang membangun opini bahwa Soeharto adalah Pahlawan dan Guru Bangsa teriakan itu terdengar lagi. Berbagai organisasi yang jarang diketahui namanya tiba-tiba muncul dan lantang menentangnya. Boleh jadi NU dan PKB agak meredam protesnya karena iklan PKS telah ‘mengambil’ icon mereka yaitu KH Hasyim Asyhari. Boleh jadi pula orang-orang Muhammadiah agak mengecilkan volume protesnya karena toko mereka ‘dicatut’ dlam iklan ini, namun tidak bagi orang-orang yang anti Soeharto. Dengan alasan status hukum Soeharto belum selesai karena secara perdata akan diteruskan kepada keluarga dan kroni-kroninya, mereka menolak Soeharto dijadikan guru bangsa apalagi pahlawan bangsa. Tentu saja ini menjadi berita yang menarik bagi media elektronik sebagai jualan yang laku.

‘Mungkin’ PKS telah berpikir matang dengan iklan yang mereka buat, bahkan atau dengan sengaja membuat iklan itu karena ketika menjadi konflik seperti sekarang ini, iklan mereka yang menghabiskan dana 2 milyar (kabarnya begitu) dan hanya berdurasi 30 detik sekali tayang memanen keuntungan. Bayangkan  dengan  banyaknya perdebatan tentang isi iklan, masyarakat jadi ingin tahu lebih jauh materi iklannya. Padahal kalau tidak menjadi pro-kontra bisa jadi tidak ada yang ambil pusing dengan iklan itu. Bayangkan pula dengan pro-kontra ini, banyak dialog yang membahas ini di televisi bukankah ini merupakan iklan gratis dengan durasi panjang?

Hanya saja PKS kelihatan sibuk membuat argumen yang bisa diterima semua pihak, misalnya isyu rekonsiliasi, isyu mengambil pelajaran dari berbagai tokoh dan rezim dan sebagainya. Kelihatan agak dibuat-buat memang, karena jika isyu rekonsiliasi dengan durasi singkat dan  ditayangkan di media TV kesannya tidak tepat sasaran. Tapi ketika isyu mengambil pelajaran dari berbagai tokoh sebagai sintesa beberapa orde ini lebih bisa diterima akal. Terlepas dari alasan apapun yang dibuat, atau maksud apa yang tersembunyi  di balik iklan ini, terobosan PKS adalah  langkah cerdas.  Masalah  momentum Hari Pahlawan yang ditunggangi  untuk kepentingan pemilu 2009  adalah hal yang wajar dan lumrah saja. Namun kebesaran hati kita untuk mengambil hikmah dan pelajaran dari tokoh manapun dengan zamannya masing-masing harus kita biasakan.

Tidak lama lagi Pemilu akan berlangsung lagi. Secara berkala untuk tingkatan yang lebih rendah misalnya pilkada untuk gubernur, walikota/bupati sering berlangsung di Indonesia. Sebagai gambaran pemilu th 2004 yang lalu dianggap sebagai pemilu paling demokratis di Indonesia. Bahkan beberapa negara dunia mengakui bahwa Indonesia sukses melakukan pemilu dengan keamanan yang cukup baik. Kini pesta demokrasi itu mulai digaungkan lagi. Pemilu tahun 2009 tinggal hitungan hari. Pejabat yang sudah menjabat berupaya sekuat kemampuannya agar tetap memiliki posisi yang sama dalam pemilu mendatang, bahkan kadang
usahanya membuat kita mengurut dada.

Lebih membuat kita geleng-geleng kepala, sekarang orang berlomba mendekati partai politik sebagai tunggangan untuk meraih jabatan di pemilu mendatang. Atau sebaliknya banyak partai berusaha mendekati orang yang punya popularitas hanya untuk meraih suara pada pemilu mendatang, Lebih menjijikkan adalah baik partai yang mendekati pesohor atau sebaliknya pesohor yang mendekati partai tidak melihat kapabilitas dri masing-masing. Ada partai yang mendekati selebritis, padahal selebritis tersebut tidak mempunyai kemampuan apa-apa selain popularitas. Atau banyak selebritis tanpa mengukur diri ikut latah menjadi caleg.

Memilih dan dan dipilih adalah hak semua orang. Tapi bila atas nama hak semua orang mencalonkan diri tanpa mengukur kemampuan rasanya menjadi tidak sehat juga. Wakil rakyat atau anggota legislatif adalah perwakilan rakyat, yang diharapkan mampu menyuarakan aspirasi.  Untuk menyuarakan  hati nurani dan aspirasi rakyat  dibutuhkan kemampuan  lebih dari sekedar  popularitas dan  pandai bicara. Tapi diperlukan kemampuan intelektual,  jiwa kepemimpinan,  latar belakang  organisasi  bahkan  nurani yang  baik.  Namun melihat  kondisi hari  ini ketika  artis berduyun-duyun jadi artis,  pertanyaan  yang muncul mau dibawa kemana negeri ini.  Pantaskanh artis yang selama ini hanya bisa main sinetron dan melawak menjadi legislatif? Pantaskan orang yang selama ini tidak pernah kedengaran pengalaman dan kemampuannya baik memimpin maupun menyuarakan hati nurani rakyat jadi legislatif? Apakah negara ini hanya sebuah sinetron dan lawakan? Kemana para politisi mumpuni dan punya nurani? Kemana kalian sehingga orang-orang yang tidak pantas tampil justru muncul ke permukaan. Apakah partai politik hanya mengambil keuntungan sesaat, sehingga berlomba merekrut artis untuk jadi calegnya? Pantaskahg mereka ?

Setelah sekian lama berjalan, melalui perdebatan yang panjang, pro kontra yang tidak kunjung habis, akhirnya UU Pornografi akhirnya disahkan. UU tersebut resmi sebagai dasar hukum untuk memberantas segala bentuk ekploitasi dan eksplorasi hal-hal yang berbau porno. Kendati sudah diundangkan, pro kontra masih berlanjut. Dengan alasan akan memberangus kebinekaan budaya, atau memecah belah persatuan bangsa, pihak yang kontra terus melancarkan aksinya. Di sisi lain pihak yang pro berargumen undang-undang ini justru melindungi pihak perempuan yang sering menjadi sasaran pronografi atau sengaja menampilkan dirinya dengan hal-hal yang menyerempet ke arah sana.

Terlepas dari pro kontra undang-undang yang sudah mengalami revisi di sana-sini, UU ini memberi sedikit identitas kepada negara lain bahwa Indonesia memang negara berbudaya, dan menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan. Sebuah hal yang mengherankan jika ada pihak yang menyatakan bahwa UU ini sebuah hegemoni agam tertentu. Karena pada dasarnya semua agama memiliki nilai universal tentang istilah porno, karena itu kalau dilihat dengan kacamata obyektif seharusnya semua agama mendukung undang-undang ini. Ketika ada agama tertentu yang mengklaim ini akan memecah bela persatuan dan toleransi umat beragama, justru yang harus dipertanyakan apakah orang tersebut sudah beragama dengan benar atau tidak. Agama apapun, bahkan orang yang tidak beragama sekalipun, pasti tidak setuju bila suatu pornografi ditampilkan dengan vulgar dan menjadi konsumsi umum. Dengan diundangkannya UU Pronografi ini (walaupun namanya kurang pas), UU ini justru menunjukkan nilai-nilai universal yang dimiliki oleh semua agama.

Namun lagi-lagi keanehan terjadi di negeri yang konon katanya berbudaya luhur ini. Pengesahan undang-undang ini justru membuat teriak pihak-pihak yang sok moralis dan demokratis. Yang lebih bikin geli justru yang berteriak adalah orang-orang yang selama ini tidak pernah terdengar suaranya. Tentu saja ini semakin memperkuat sinyalemen bahwa kepentingan mereka terganggu. Bagi pebisnis yang terkait erat dengan tampilan vulgar takut kehilangan ladangnya, bagi pekerja seni takut kehilangan  penghasilannya.  Sungguh  teriakan mereka menunjukkan betapa  rendah  akhlak dan moral mereka,  protes mereka justru  menunjukkan  betapa  tidak berkualitasnya  karya  mereka.  Karena  seharusnya bagi pekerja  seni  yang  profesional  dan  mengutamakan  kualitas,  masih sangat  banyak obyek seni yang  bisa mereka  hasilkan tanpa  mengabaikan nilai-nilai  kesusilaan.

Bagi pekerja seni dan pebisnis yang bersembunyi di balik kata-kata manis dan menentang UU ini, berpikirlah dengan jernih. Anda berteriak atas nama moral sesungguhnya Anda tidak bermoral. Ketika Anda bilang UU ini memasung kebebasan berekspresi dan berkreasi, di situlah terlihat jelas bahwa  betapa  rendahnya  kreatifitas  Anda.

Karena itu bagi warga negara yang masih mengaku punya agama, yang masih menjunjung tinggi akhlak dan nilai-nilai universal, mari kita dukung undang-undang  ini. Perangi pihak-pihak yang kontra dengan logika sehat dan cara yang santun. Kebenaran akan selalu menjadi kebenaran, kalaupun undang-undang ini dianggap bermasalah, yakinlah pembuktian bahwa undang-undang ini adalah sebuah solusi hanya menunggu waktu. Bagi Anda yang merasa undang-undang ini tidak perlu, sadarilah, bahwa undang-undang ini memang bukan untuk Anda, tapi untuk anak cucu Anda yang akan berjuang menghadapi tantangan zaman di masa depan.

Akhir-akhir ini kita dipaksa oleh berbagai stasiun TV untuk menyaksikan pembunuhan yang dilakukan Ryan terhadap 11 orang (paling tidak untuk saat ini). Polisi sibuk memeriksa pelaku dan sambil menggali berbagai kuburan tempat pembunuh mengubur mayat yang dibunuhnya. Melihat wajah dari para keluarga korban, sungguh menyedihkan. Mereka menangis sekaligus tidak menyangka nasib korban begitu tragis. Tapi melihat Ryan sang pembunuh rasanya seakan merasa tidak berdosa. Dingin sekali wajahnya, sepertinya sudah terbiasa.Yang membuat kita semua terkaget-kaget pembunuhan yang dilakukannya jaraknya tidak berjauhan. Kalau orang yang normal dan punya nurani rasanya melakukan pembunuhan biasa saja mungkin akan dihantui perasaan bersalah seumur hidup, apalagi memperlakukan mayat dengan tidak manusiawi. Pantas kalau Ryan Sang Penjagal dari Jombang ini dijuluki Manusia Berprilaku Iblis. Dia bersembunyi dibalik keluguan wajahnya, dia bersembunyi di balik kelainan prilaku seksualnya, dia bersembunyi dengan pekerjaan mulia yang pernah dilakukannya sebagai Guru Ngaji.

Saatnya keadilan diberikan pada keluarga korban. Saatnya diberikan pelajaran bagi para pelaku yang lain bahwa apapun alasan membunuh orang lain dengan  niat jahat adalah tidak benar. Saatnya memberikan efek jera. Saatnya Ryan segera dieksekusi mati. Dia telah mencoreng arti sebuah persahabatan karena yang dibunuhnya adalah orang dekatnya, dia telah mencoreng profesi guru ngaji yang mulia, bahkan dia telah secara tidak langsung mengganggu psykologi para gay, lesbian dan komunitas minoritas lain karena dengan perbuatannya para gay, lesbian dan pengidap prilaku seks menyimpang lain dirazia polisi.

Mei 2024
S S R K J S M
 12345
6789101112
13141516171819
20212223242526
2728293031  

Laman